Sabtu, 14 Juni 2008

Selamat Ulang Tahun lalu Selamat Tinggal…

Selamat Ulang Tahun lalu Selamat Tinggal…

Besok, PSSI sebagai induk sepak bola Indonesia genap berusia 78 tahun. Sebuah usia yang seharusnya penuh kematangan. Tapi kenyataannya justru kematian yang ada di depan mata.

19 April 1930 lampau, Soeratin Sosrosoegondo dkk sebagai pegabdi sejati sepak bola Indonesia dengan penuh cinta mendirikan PSSI. Kini, setelah hampir sepuluh dasawarsa, seharusnya organisasi besar ini pun menjadi kebanggaan. Namun kenyataan berkata lain dan PSSI terancam mati karena ancaman sanksi FIFA.
Wahai para petinggi sekaligus penerus sejarah PSSI, hendaknya kalian bisa membuka hati dan mata. Bahwa, PSSI bagi Indonesia bukan sebuah otoritas olahraga seperti pada umumnya. Tapi, PSSI merupakan candi abstrak sebuah kebanggaan yang harus dilestarikan, bukan dibunuh.
Imbauan AFC yang ”melindungi” PSSI agar segera menggelar musyawarah luar biasa (munaslub) segeralah dilaksanakan. PSSI jangan lagi tunda dengan menyebar trik maut mereka. Sebab, resiko besar pasti menghadang, sebab warning untuk PSSI ini sudah yang kesekian kali.
Jadi, untuk kesekian kali pula, saya mewakili pecinta sepak bola Indonesia, mengharapkan agar munaslub, pergantian ketua umum, hingga perbaikan pedoman dasar PSSI segera dilakukan. Permohonan ini saya ajukan, sebab pecinta sepak bola Indonesia meyakini para petinggi PSSI masih memiliki hati.
Apalagi, sebenarnya selama ini PSSI setali tiga uang dengan beberapa pelaku negeri ini yang kebanjiran kritik. Dan, mari simak kutipan lirik lagu bertitel Gosip Jalanan milik Slank. Tembang manis berbau rock n’roll ini sempat membuat berang DPR RI, yang seharusnya PSSI juga pantas marah. (karena PSSI juga bermarkas di Senayan, sama dengan DPR RI).
”Mau tau gak mafia di Senayan. Kerjanya tukang buat peraturan. Bikin UUD, ujung-ujungnya duit.”
Lirik lagu diatas, pantas mengambarkan kinerja PSSI, terutama sejak 2003. pasalnya, mulai tahun itu berbagai peraturan dibuat PSSI. Kompetisi dari satu wilayah ke dua wilayah, lalu hukuman kepada pelaku ”kejahatan” sepak bola sering mudah dihapus, dan banyak lagi. Semua itu pun disinyalir UUD, karena ujung-ujungnya duit.
Kondisi ini pun membuat mulut terasa kelu. Sebab, seharusnya besok kami (para pelaku sepak bola Indonesia) menuju Senayan, kantor PSSI dengan senang hati. Kami membawa kue tart, lalu bercipika-cipiki dengan para pengurus PSSI sambil berucap lantang,”Selamat ulang tahun, semoga makin dewasa, makin sukses, ya.”
Tapi, kenyataan itu tinggal mimpi, karena masuk ke kantor PSSI saja sulit. Bahkan, mungkin pada ulang tahun PSSI ke-81 tahun depan, ucapan kami akan berbeda akibat sanksi FIFA. Kalimat itu pun,”Selamat tinggal PSSI-ku, sayang.” (*)

Catatan Sepak Bola Estu Santoso
Tulisan ini dimuat di Koran SINDO pada 18 April 2008

Tidak ada komentar: